Senin-ku Sayang..
Akhirnya saya diperiksa oleh bidan. Saya menjelaskan kronologi kehamilan saya sewaktu mulai flek hari sebelumnya. Tanpa berpenjang lebar, bidan menyarankan saya untuk segera ke RS. Beliau menjelaskan bahwa hamil kosong (BO) itu batas waktunya adalah diusia 10 mingguan, di trimester 1. Kalaupun ingin dipertahankan sama saja hasilnya. Perut tetap akan besar, namun tak ada janin/bayinya. Bidan pun menjelaskan banyaknya kasus seperti itu dan akibat fatalnya. Penjelasan bidan ini sangat-sangat detail dan membuat hati saya sedikit mengikhlaskan yang sudah terjadi. Bidan baik ini kemudian menawarkan saya beberapa RS. Dan saya memilih RSKIA Sadewa Babarasari Yogyakarta. Ibu Bidan ini membantu saya tanpa tanggung-tanggung. Beliau pun langsung menelepon teman dokternya yang juga bekerja di RS Sadewa. Namanya Dokter Arief. Mendengar obrolan keduanya, saya sangat senang. Berarti saya tak perlu direpotkan lagi dengan keribetan birokrasi RS.
"Ini saya berikan rujukan ya mbak. Nanti langsung ke bagian UGD dan serahkan surat ini. Bilang juga kalau sudah janjian dengan Dokter Arief" ucapnya setelah selesai deal dengan Dokter Arif.
Alhamdullah ya Allah. Engkau permudah jalan kami. Saya dan suami pun langsung pulang ke rumah untuk siap-siap. Adapun yang perlu kami bawa adalah
- FC KK
-FC Surat Nikah
-FC KTP suami dan istri
-FC Kartu BPJS pasien (saya sendiri)
-FC Surat Rujukan dari Klinik Pratama (saya bawa rujukan dari klinik pratama dan bu bidan)
Selesai menyiapkan surat-surat, saya dibantu suami menyiapkan perlengkapan untuk rawat inap. Saya membawa:
- 2 buah baju (1 kemeja dan 1 kaos)
- 2 celana (panjang dan pendek bahan kain)
- 1 kain jarik
- 5 buah celana dalam
- 3 buah bra
- handuk dan alat mandi
- air mineral botol
- charger
Sebetulnya mau membawakan juga untuk baju suami, tapi suami bilang gampang nanti saja. Ya sudah. Selesai packing kami sempatkan dulu untuk makan siang.
Kami sampai di RS Sadewa pukul 13.30. Kami langsung menuju IGD dan langsung dilayani dengan baik. Hari Minggu itu RS memang cukup sepi, tak seperti hari/waktu kerja. Oleh dokter jaga dan beberapa perawat, saya mulai ditanyai kronologi (lagi) kehamilan saya yang divonis BO. Saya dan suami menjelaskan kembali. Kemudian saya dan suami diberi beberapa lembar kertas berisi pernyataan bahwa bersedia untuk dilakukan tindakan kuretase.
Selesai mengisi surat menyurat pernyataan, saya diminta untuk menampung urin. Kemudian saya mulai diinfus oleh perawat. Kami harus menunggu sekitar 2 jam untuk bertemu dengan dokter Arief.
Saya diminta menunggu di ranjang UGD. Suami minta ijin untuk memberi kabar mama dan orangtuanya. 30 menit kemudian dia kembali dengan mata memerah dan raut muka yang dipaksakan tanpa beban. Saya tahu suami sedih atas kejadian ini. Sayapun juga. Tapi saya sudah bisa berbesar hati untuk menerima ini. Suami belum dapat mengikhlaskan hatinya. Saya terus menggenggam tangannya dan kamipun sama-sama memberi semangat.
Pukul 15.30 saya dibawa ke raungan dokter Arief. Dokter Arief termasuk type dokter yang to the point. Saya diminta tiduran di kasur periksa, sedangkan suami menjelaskan kembali kronologi saya dan vonis BO (hamil kosong) dokter lain. Dokter Arief paham dan segera memeriksa kandungan saya menggunakan USG Transvaginal. Sebuah alat dimasukan ke dalam (maaf) vagina. Dan dimonitor terlihatlah rahim saya. Saya sempat sedikit gembira mendengar penjelasan Dokter Arief. Beliau berkata bahwa saya tidak hamil BO (hamil kosong). Saya hamil dan saya memiliki janin. Berbeda sekali dengan kata dokter yang pertama, yang membuat saya sangat syok! Menurut penjelasan dokter Arief, janin saya tidak berkembang. Janin tidak berkembang di usia sekitar 4-5 minggu. Hanya kantung kehamilannya saja yang berkembang, namun janin tidak. Seharusnya janin berusia 10 minggu, sama seperti kantungnya. Tapi ini tidak karena janin berhenti berkembang diusia 4-5 minggu tersebut. Dokter Arief pun langsung mengambil keputusan saya memang harus dikuret.
Selesai diperiksa Dokter Arief, saya langsung dibawa ke kamar pasien. Fasilitas BPJS dari perusahaan suami memberikan kelas 2. Satu kamar berisi dua ranjang. Kebetulan ranjang sebelah saya memang sudah terisi. Saya tiduran di ranjang dan diminta menunggu perawat untuk memberikan obat. Tak berapa lama perawat datang dan memberikan saya obat berwarna putih namun hanya setengah tablet. Katanya itu obat untuk kontraksi dan nanti efeknya akan mulas-mulas. Saya meminumnya, dan benar saja. 10 menit setelah meminum obat tersebut perut saya mulai nyeri seperti menstruasi namun lebih sakit lagi. Saya terus menahan karena tidak ingin suami sedih melihat apa yang saya rasakan. Suami berada disamping saya, menemani saya. Darah mulai keluar seperti mens. Namun kali ini lebih deras. Rasanya seperti pipis, namun yang keluar darah. Ternyata memang obat tersebut untuk meluruhkan agar janin saya keluar. Rasa sakitnya sungguh luar biasa.
Karena hari sudah hampir gelap, Saya menyuruh suami untuk pulang mandi dan mengambil perlengkapan lain yang dibutuhkan. Dan saat suami pulang itulah rasa sakitnya semakin menjadi. Saya menangis sendiri. Tak tahan rasanya. Sambil menyebut nama Allah, saya terus mencoba kuat menahan efek obat ini. Berkali-kali perawat dan bidan menjenguk saya. Memeriksa apakah janin sudah keluar. Namun tak kunjung keluar. Hanya beberapa jaringan yang keluar. Jaringan yang sudah keluar dimasukkan plastik oleh perawat dan meminta saya untuk menyimpannya. Suami sampai di RS pukul 19.30. Saya disuapi makanan dari RS. Beberapa kali juga suami melihat kondisi saya. Beberapa kali pula suami memanggil perawat ketika saya merasa seperti ada sesuatu yang keluar (maaf) dari miss V. Yang keluar kalau tidak gumpalan darah yang besar-besar atau jaringan itu. Janin yang ditunggu-tunggu tak kunjung keluar. Bidan dan perawat memberitahu saya bahwa ketika janin sudah keluar, rasa mulas nyerinya juga akan berkurang dan hilang. Berkali-kali pula bidan menyuruh saya untuk mengejan agar janin keluar, namun saya tidak bisa (tidak tahu caranya). Salah-salah, malah bisa saja yang keluar yang lain :p .
Pukul 22.30 saya minta ditemani mama saya pipis di kamar mandi. Suami baru keluar untuk beli minum. Mama sudah sampai di RS sejak pukul 21.00. Mama saya takut sebetulnya. Karena tiap melihat miss V saya yang diubek-ubek perawat, beliau langsung minggir. Tidak tega melihatnya. Oh iya, jadi di ranjang ini saya diberi perlak. Sengaja tidak boleh memakai apapun (kecuali baju) agar bisa dipantau apa saja yang sudah keluar dari miss V. Mama akhirnya berbesar hati membantu saya ke kamar mandi walau akhirnya mundur lagi begitu melihat saya pipis dilantai keluar darah. Dan saat pipis itulah saya merasa ada yang keluar selain gumpalan darah. Ya, janin saya keluar. Bentuknya bulat seperti telur ayam kampung, sebesar itu. Sepertinya janin masih didalam bulatan itu. Mama langsung memanggil perawat. Perawat segera mengambilnya dan beberapa jaringan lain kemudian dimasukan lagi dalam plastik. Betul memang, setelah keluar, rasa nyeri perlahan berkurang.
Suami melewatkan kegentingan itu. Barangkali memang sudah diatur-Nya. Suami pasti sedih lagi melihat calon anaknya. Jangan kira saya tidak sedih. Lebih dari itu. Sudah sedih, masih harus merasakn sakit luar biasa.Tapi saya coba untuk tegar dan ikhlas. Dan setelah janin keluar, saya diminta untuk berpuasa untuk tindakan kuret keeseokan harinya. Saya puasa hari Senin, 28 September 2015 pukul 06.30.
Senin, 28 September 2015 pukul 12.00 saya dibawa ke ruang operasi. Dokter Anastesi menyodorkan beberapa pertanyaan seputar riwayat penyakit dan sakit. Kemudian saya diberi suntukan melalui infus. Saya masih sepenuhnya sadar, namun lama-lama pandangan seperti akan kabur. 15 menit kemudian Dokter Arief datang, lalu dokter anastesi kembali menyuntik saya. Suntikan itulah yang kemudian tidak menyadarkan saya. Saya sadar kembali pukul 14.00. Ternyata tindakan kuretase tidak memakan waktu lama. Saya tidak merasakn sakit apapun. Mungkin karena efek bius. tapi beberapa jam kemudian memang terasa seperti sakit dibagian perut bawah. Setelah sadar, saya kembali ke kamar pasien. Ditemani mama dan suami. Kemudian suami ke bagian administrasi karena kata perawat saya sudah bisa langsung pulang kalau sudah tidak mual atau pusing. Pukul 16.30 kami pulang. Total untuk kuretase dan inap semalam ini hanya habis 100ribu an, karena ditanggung BPJS. Alhamdulilah ya Allah. Tetap bersyukur. Seandainya tidak ada BPJS, pasti tidak cukup 2juta untuk kuretase ini. Kami memperlakukan Senin layaknya seorang anak. Kami memakamkannya di pemakaman dekat rumah.
Inilah cerita saya. Kita tidak pernah tahu apa rencana Allah. Tapi kita harus tahu bahwa Allah selalu punya rencana yang pasti lebih, lebih, dan lebih baik dari hari ini. Ada hikmah dibalik semua ini. Saya belajar dan mengambilnya bersama suami. Semakin sabar, sayang, dan bersyukur pada Allah.
24 Oktober 2015 ini saya sudah mendapat menstruasi. Itu berarti 28 hari setelah kuret saya sudah subur kembali. Pada kontrol pertama pascakuret (5 Oktober 2015) dokter Arief menyuruh saya agar tes TOXO dan CMV. Setelah tes itu, baru dokter Arief memutuskan kapan saya siap untuk hamil lagi.
Mudah-mudahan saya dalam waktu dekat ini segera diberi kehamilan yang sehat oleh Allah. aamiin..
terima kasih sudah meluangkan untuk membaca tulisan saya :)
Jumat, 30 Oktober 2015
Selasa, 06 Oktober 2015
Cerita "Senin" bagian 1
Senin-ku Sayang..
Kabar 10 Agustus 2015 yang lalu membuat kami (saya, suami, dan keluarga) sangat bahagia. Namun dibulan berikutnya kami harus menerima kenyataan bahwa calon anak kami terpaksa dilahirkan lebih awal diusia yang sangat dini. Janin saya tidak berkembang sesuai dengan usia kehamilan. Bulan september minggu ke tiga seharusnya janin berusia 10 minggu, namung ternyata janin saya tidak berumur sama dengan kantungnya. Janin saya meninggal diusia sekitar 4-5 minggu. Diawal kehamilan, saya merasa nyaman dan senang. Disaat teman-teman lain mengalami morning sickness, saya tidak mengalami sedikitpun. Saya sangat bersyukur. Seribu satu yang mendapat kemudahan seperti saya. Setiap hari saya minum susu, makan buah dan sayur, serta istirahat yang sangat cukup. Setiap dua minggu sekali saya ke bidan untuk menerima vitamin dan penguat juga. Demi kesehatann dan perkembangan si buah hati. Dan tibalah hari dimana saya dan suami membanjiri pipi dengan air mata.
Sabtu, 27 September 2015 ketika saya bangun pagi terasa celana dalam basah. Entah cairan apa yang keluar. Saya kira pipis, tapi bukan. Kalau keputihan, terlalu cair. Bahkan lendir keputihanpun tak ada. Saya pipis seperti biasa. Pagi itu perut terasa kencang seperti nyeri mau mens tapi muncul jarang-jarang. Saya terus berdoa. Sekitar jam 10an saya merasa ada yang keluar dari miss v. Ketika saya cek, ternyata keluar flek coklat. Saya dan suami langsung panik. Suami saya lebih panik dan takut lagi. Usianya memang terpaut agak jauh dengan saya. Diusianya sudah seharusnya ia punya anak seperti teman-temannya. Dan inilah anak yang amat didambakannya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada kehamilan saya. Kami langsung ke klinik pratama sesuai dengan BPJS dari perusahaan suami. Suami akhirnya ijin untuk mengantar saya ke dokter.
Di klinik pratama oleh dokter kami diberi rujukan ke RS Sadewa Babarsari Yogya. Dengan menggunakan motor, kami melaju pelan ke RS tersebut. Malangnya, kami terpaksa kembali ke klinik pratama untuk minta rujukan RS lain karena di Sadewa kamarnya full, sedangkan untuk kasus flek coklat saya memang harus bedrest di kamar dengan pantauan nakes (tenaga kesehatan). Karena khawatir dengan kandungan saya, saya meminta suami menurunkan saya di suatu mini market yang terasnya berkursi. Suami setuju. Suami juga tak ingin saya kecapekan di motor dan khawatir juga dengan kandungan saya jika medan jalanan kurang bagus. Dengan demikian suami juga akan cepat sampai di klinik pratama untuk meminta solusi lanjutan. Saya menunggu sekitar 20-an menit. Tak lama kemudian suami datang dan menjelaskan bahwa saya dirujuk ke RSI PDHI Kalasan Sleman. Sepanjang jalan tak hentinya saya berdoa agar diberi keselamatan pada janin saya dan saya. Hati saya, bahkan suami saat itu sangat kalut dan sedih. Sampai di RSI saya langsung menuju IGD. Oleh nakes saya diperiksa: tekanan darah dan flek saya. Kami diminta menunggu dokter kandungan yang akan memeriksa saya. Jadi saya harus menunggu selama 3jam di kasur IGD. Dokternya datang pukul 15.00. Tetap saja molor sampai setengah jam. Yang saya pertanyakan adalah kalau memang IGD itu untuk pasien darurat, kok ya suruh nunggu sebegitu lamanya ya. Bukankah seharusnya langsung ditangani? ah., sudahlah. Pikir saya waktu itu.
Pukul 16.00 saya masuk di ruang dokter. Dokternya laki-laki. Saya langsung diminta berbaring untuk di USG. Saya melihat raut muka dan respon dokter ketika menggoyangkan alatnya diperut saya. Sesekali menggelengkan kepala. Perasaan saya tidak enak melihat responnya saat melakukan USG. Benar saja. Setelah saya kembali duduk bersama suami, berhadapan dengan dokter, dokter pun berkata,
"Kehamilannya kurang bagus ini. Ini cuma ada kantungnya saja. Tidak ada janinnya. Namanya kehamilan BO. Harus dikuret ini. Mau kuret hari apa?"
Syok sekali saya mendengar kalimat dokter yang rasanya seperti menikam saya berkali-kali dengan pisau. Saya sampai tidak bisa berkata apa-apa. Menahan tangis. Lalu suami saya pun merespon. Menanyakan pada dokter bisakah dipertahankan?
"Kalau mau dipertahankan ya silakan, Nanti saya kasih obat. Tapi saya tidak menjamin lho, kalau habis dikasih obat akan ada janinnya. Saya kasih waktu 3minggu. Kalau ada pendarahan harus dikuret. Sekarang flek coklat. Nanti lama-lama flek merah terus pendarahan. Tapi ya silakan kalau mau dicoba."
Wah, mantap sekali ya penjelasan dokter. Sampai membuat saya menangis begitu keluar dari dokter. Yang saya sesalkan adalah cara penjelasannya. Seandainya lebih halus, barangkali saya tidak akan terlalu menambah kesedihan saya. Dan ucapan itu selalu terngiang sampai kami pulang ke rumah. Total untuk pemeriksaan di RSI 100-an ribu rupiah, Kami tidak mengeluarkan sepeser pun untuk itu karena sudah ditanggung BPJS. Kami memiliki BPJS. Diberikan perusahaan suami. Untuk BPJS ini kami mendapat kelas 2.
Hari minggu pagi, 28 September 2015 kembali saya dan suami berselimut mendung. Bukan lagi flek coklat, tapi saya mengalami flek darah. Masih disertai dengan rasa nyeri seperti haid di perut. Kami pun memutuskan mencari dokter kandungan yang buka praktik. Hasilnya nol. Tidak ada dokter praktik di hari minggu. Kamipun meluncur ke RSKIA Sakinah Idaman, oleh bidan jaga saya di USG dan justru tidak terlihat apa-apa. Saya tetap positif, barangkali karena saat di USG saya belum begitu berkemih. Bidan menyarankan saya datang lagi ke RS tersebut hari Senin agar ditangani spesialisnya-dokter kandungan. Kami pun pulang dengan kecewa dan sedih. Kami ingin ditangani saat itu juga, takut terjadi apa-apa dengan kehamilan saya, janin saya. Hingga akhirnya saya dan suami ribut karena saling berbeda pendapat. Suami mengajak saya ke bidan praktik yang biasanya menjadi langganan kami kalau memeriksakan kehamilan. Tapi saya ngoto menolak karena di papan tulisan tempat praktik si bidan terpampang jelas kalau tidak melayani praktik pada hari minggu. Pada hari minggu yang ada hanya dokter umum. Akhirnya suami nekat ke bidan praktik dan menemui CS nya. Saya menunggu diluar. Tak berapa lama suami menghampiri saya dan mengajak masuk. Kami berdua menjelaskan kronologi dua hari yang penuh kesedihan tersebut. Mbak CS mengatakan bahwa nanti bidan bisa memeriksa saya, karena darurat sekali untuk kasus saya tersebut. Alhamdulilah.. Saya malu dengan suami karena terlalu ngeyel dan egois. Terima kasih suamiku, sabar sekali menghadapiku.
Kami diminta menunggu sebentar, karena bu bidan sedang ada acara di tetangga. Jadi bu bidan ini membuka praktik sendiri di rumahnya. Bidan Praktik Amanah namanya. Di tempat Praktik Amanah ini juga ada dokter umumnya dan dokter kandungan (SPOG) yang datang tiap hari jumat minggu kedua setiap bulan. Lumayan komplit juga. Ada ruang bersalin dan beberapa kamar inap mulai dari yang kelas biasa sampai VIP. Saya pernah bertanya, untuk kamar biasa rawat inap melahirkan 800rb, untuk VIP 1juta. Menerima pasien BPJS juga bidan Praktik Amanah ini.Melahirkan menggunakan BPJS, gratis. Tak berapa lama, saya melihat bu bidan masuk ke tempat praktinya, masih menggunakan pakaian berhijabnya, seperti habis mengaji/pengajian. Tanpa berganti baju, bu bidan langsung menyuruh saya masuk ke ruang periksa.
to be continue.....
Kabar 10 Agustus 2015 yang lalu membuat kami (saya, suami, dan keluarga) sangat bahagia. Namun dibulan berikutnya kami harus menerima kenyataan bahwa calon anak kami terpaksa dilahirkan lebih awal diusia yang sangat dini. Janin saya tidak berkembang sesuai dengan usia kehamilan. Bulan september minggu ke tiga seharusnya janin berusia 10 minggu, namung ternyata janin saya tidak berumur sama dengan kantungnya. Janin saya meninggal diusia sekitar 4-5 minggu. Diawal kehamilan, saya merasa nyaman dan senang. Disaat teman-teman lain mengalami morning sickness, saya tidak mengalami sedikitpun. Saya sangat bersyukur. Seribu satu yang mendapat kemudahan seperti saya. Setiap hari saya minum susu, makan buah dan sayur, serta istirahat yang sangat cukup. Setiap dua minggu sekali saya ke bidan untuk menerima vitamin dan penguat juga. Demi kesehatann dan perkembangan si buah hati. Dan tibalah hari dimana saya dan suami membanjiri pipi dengan air mata.
Sabtu, 27 September 2015 ketika saya bangun pagi terasa celana dalam basah. Entah cairan apa yang keluar. Saya kira pipis, tapi bukan. Kalau keputihan, terlalu cair. Bahkan lendir keputihanpun tak ada. Saya pipis seperti biasa. Pagi itu perut terasa kencang seperti nyeri mau mens tapi muncul jarang-jarang. Saya terus berdoa. Sekitar jam 10an saya merasa ada yang keluar dari miss v. Ketika saya cek, ternyata keluar flek coklat. Saya dan suami langsung panik. Suami saya lebih panik dan takut lagi. Usianya memang terpaut agak jauh dengan saya. Diusianya sudah seharusnya ia punya anak seperti teman-temannya. Dan inilah anak yang amat didambakannya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada kehamilan saya. Kami langsung ke klinik pratama sesuai dengan BPJS dari perusahaan suami. Suami akhirnya ijin untuk mengantar saya ke dokter.
Di klinik pratama oleh dokter kami diberi rujukan ke RS Sadewa Babarsari Yogya. Dengan menggunakan motor, kami melaju pelan ke RS tersebut. Malangnya, kami terpaksa kembali ke klinik pratama untuk minta rujukan RS lain karena di Sadewa kamarnya full, sedangkan untuk kasus flek coklat saya memang harus bedrest di kamar dengan pantauan nakes (tenaga kesehatan). Karena khawatir dengan kandungan saya, saya meminta suami menurunkan saya di suatu mini market yang terasnya berkursi. Suami setuju. Suami juga tak ingin saya kecapekan di motor dan khawatir juga dengan kandungan saya jika medan jalanan kurang bagus. Dengan demikian suami juga akan cepat sampai di klinik pratama untuk meminta solusi lanjutan. Saya menunggu sekitar 20-an menit. Tak lama kemudian suami datang dan menjelaskan bahwa saya dirujuk ke RSI PDHI Kalasan Sleman. Sepanjang jalan tak hentinya saya berdoa agar diberi keselamatan pada janin saya dan saya. Hati saya, bahkan suami saat itu sangat kalut dan sedih. Sampai di RSI saya langsung menuju IGD. Oleh nakes saya diperiksa: tekanan darah dan flek saya. Kami diminta menunggu dokter kandungan yang akan memeriksa saya. Jadi saya harus menunggu selama 3jam di kasur IGD. Dokternya datang pukul 15.00. Tetap saja molor sampai setengah jam. Yang saya pertanyakan adalah kalau memang IGD itu untuk pasien darurat, kok ya suruh nunggu sebegitu lamanya ya. Bukankah seharusnya langsung ditangani? ah., sudahlah. Pikir saya waktu itu.
Pukul 16.00 saya masuk di ruang dokter. Dokternya laki-laki. Saya langsung diminta berbaring untuk di USG. Saya melihat raut muka dan respon dokter ketika menggoyangkan alatnya diperut saya. Sesekali menggelengkan kepala. Perasaan saya tidak enak melihat responnya saat melakukan USG. Benar saja. Setelah saya kembali duduk bersama suami, berhadapan dengan dokter, dokter pun berkata,
"Kehamilannya kurang bagus ini. Ini cuma ada kantungnya saja. Tidak ada janinnya. Namanya kehamilan BO. Harus dikuret ini. Mau kuret hari apa?"
Syok sekali saya mendengar kalimat dokter yang rasanya seperti menikam saya berkali-kali dengan pisau. Saya sampai tidak bisa berkata apa-apa. Menahan tangis. Lalu suami saya pun merespon. Menanyakan pada dokter bisakah dipertahankan?
"Kalau mau dipertahankan ya silakan, Nanti saya kasih obat. Tapi saya tidak menjamin lho, kalau habis dikasih obat akan ada janinnya. Saya kasih waktu 3minggu. Kalau ada pendarahan harus dikuret. Sekarang flek coklat. Nanti lama-lama flek merah terus pendarahan. Tapi ya silakan kalau mau dicoba."
Wah, mantap sekali ya penjelasan dokter. Sampai membuat saya menangis begitu keluar dari dokter. Yang saya sesalkan adalah cara penjelasannya. Seandainya lebih halus, barangkali saya tidak akan terlalu menambah kesedihan saya. Dan ucapan itu selalu terngiang sampai kami pulang ke rumah. Total untuk pemeriksaan di RSI 100-an ribu rupiah, Kami tidak mengeluarkan sepeser pun untuk itu karena sudah ditanggung BPJS. Kami memiliki BPJS. Diberikan perusahaan suami. Untuk BPJS ini kami mendapat kelas 2.
Hari minggu pagi, 28 September 2015 kembali saya dan suami berselimut mendung. Bukan lagi flek coklat, tapi saya mengalami flek darah. Masih disertai dengan rasa nyeri seperti haid di perut. Kami pun memutuskan mencari dokter kandungan yang buka praktik. Hasilnya nol. Tidak ada dokter praktik di hari minggu. Kamipun meluncur ke RSKIA Sakinah Idaman, oleh bidan jaga saya di USG dan justru tidak terlihat apa-apa. Saya tetap positif, barangkali karena saat di USG saya belum begitu berkemih. Bidan menyarankan saya datang lagi ke RS tersebut hari Senin agar ditangani spesialisnya-dokter kandungan. Kami pun pulang dengan kecewa dan sedih. Kami ingin ditangani saat itu juga, takut terjadi apa-apa dengan kehamilan saya, janin saya. Hingga akhirnya saya dan suami ribut karena saling berbeda pendapat. Suami mengajak saya ke bidan praktik yang biasanya menjadi langganan kami kalau memeriksakan kehamilan. Tapi saya ngoto menolak karena di papan tulisan tempat praktik si bidan terpampang jelas kalau tidak melayani praktik pada hari minggu. Pada hari minggu yang ada hanya dokter umum. Akhirnya suami nekat ke bidan praktik dan menemui CS nya. Saya menunggu diluar. Tak berapa lama suami menghampiri saya dan mengajak masuk. Kami berdua menjelaskan kronologi dua hari yang penuh kesedihan tersebut. Mbak CS mengatakan bahwa nanti bidan bisa memeriksa saya, karena darurat sekali untuk kasus saya tersebut. Alhamdulilah.. Saya malu dengan suami karena terlalu ngeyel dan egois. Terima kasih suamiku, sabar sekali menghadapiku.
Kami diminta menunggu sebentar, karena bu bidan sedang ada acara di tetangga. Jadi bu bidan ini membuka praktik sendiri di rumahnya. Bidan Praktik Amanah namanya. Di tempat Praktik Amanah ini juga ada dokter umumnya dan dokter kandungan (SPOG) yang datang tiap hari jumat minggu kedua setiap bulan. Lumayan komplit juga. Ada ruang bersalin dan beberapa kamar inap mulai dari yang kelas biasa sampai VIP. Saya pernah bertanya, untuk kamar biasa rawat inap melahirkan 800rb, untuk VIP 1juta. Menerima pasien BPJS juga bidan Praktik Amanah ini.Melahirkan menggunakan BPJS, gratis. Tak berapa lama, saya melihat bu bidan masuk ke tempat praktinya, masih menggunakan pakaian berhijabnya, seperti habis mengaji/pengajian. Tanpa berganti baju, bu bidan langsung menyuruh saya masuk ke ruang periksa.
to be continue.....
Langganan:
Postingan (Atom)
My Pregnancy (9) ~ 24 Agustus 2018 #bukanpreeklamsia
Jumat, 24 Agustus 2018 Hari ini sebenernya cuma rencana buat kontrol ke bidan aja. Tp realita berkata lain. Pagi menjelang siang, usai b...
-
Jumat, 24 Agustus 2018 Hari ini sebenernya cuma rencana buat kontrol ke bidan aja. Tp realita berkata lain. Pagi menjelang siang, usai b...
-
Sabtu, 7 Juli 2018 Hari itu seharusnya kontrol ke dr.Arief, tp di-cancel karena beliau berhalangan hadir. Akhirnya, booking mendada...
-
Rabu, 4 April 2018 Hari itu, kami berkunjung ke dr.Arief. Akhirnya bisa ketemu lg setelah 3 tahun tak jumpeee. Masih sama seperti wak...